Pemantauan PT Rimbakayu Arthamas, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat

Forestfund, Februari 2023. PT Rimbakayu Arthamas (PT RKA) merupakan perusahaan pemanfaatan hasil hutan kayu yang mendapatkan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK HA) dengan nomor SK.16/1/IUPHHK-HA/PMDN/2016. Perusahaan ini telah lama dikenal oleh masyarakat Bintuni dengan sebutan perusahaan ‘Arthamas’ dan telah beroperasi sejak tahun 90-an di Wilayah Adat Suku Sebyar, Moskona dan Sough. Luas konsesi diperkirakan 130.400 hektar yang mencakup Wilayah Distrik Tuhiba, Tembuni, Arandai, Masyeta, Merdey dan Biscoop. PT RKA telah memperoleh sertifikat legalitas kayu dari PT Lambodja Sertifikasi yang berlaku selama tiga tahun sejak tahun 2021 sampai tahun 2024, dengan nomor sertifikat LASER/LK-IUPHHK-HA/89.

Sebelumnya luas izin PT RKA ialah 373.000 hektare, namun kemudian PT RKA mengalami pencabutan izin, yang terjadi pada tahun 2007, pencabutan izin tersebut dilakukan oleh Menteri Kehutanan melalui SK Nomor 352/Menhut – II/2007. PT RKA diduga telah mengalihkan sahamnya kepada PT Garbapati Prakarsa tanpa sepengetahuan dari Kementerian Kehutanan. Kemudian di tahun 2016, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menerbitkan kembali izin PT RKA dengan Nomor SK.16/1/IUPHHK-HA/PMDN/2016 yang luasannya sekitar 130.400 hektare. Namun sebagian areal tidak pada lokasi sebelumnya -sebagian areal telah terlanjur diberikan kepada IPK PT Agro Papua Inti Utama dan IUPHHK-HA PT Papua Satya Kencana)-.

Setelah adanya pengurangan luas konsesi, PT RKA mengklaim bahwa masih terdapat kayu hasil tebangan tahun 2007, yang mana kayu tebangan tersebut dianggap kayu rebah. Sehingga di tahun 2017, PT RKA melakukan aktivitas untuk mengambil kayu rebah di dalam hutan. Pengambilan kayu rebah ini bekerja sama dengan mitra kerjanya yaitu PT Kaimana Papua Mandiri (PT KPM) yang sampai saat ini aktif beroperasi. Namun kemudian, dari kacamata pemantau independen Panah Papua, kayu rebah ini sangat sulit untuk dilakukan pelacakan sampai ke tunggak, karena sudah terlampau lama, dan dikhawatirkan kayu rebah tersebut bukan berasal dari konsesi PT RKA.

Pemantau independen dari Perkumpulan Panah Papua, melalui dukungan Independent Forest Monitoring Fund (IFM Fund), melakukan pemantauan pada PT RKA. Hasil pemantauan menemukan beberapa ketidaksesuaian terhadap kinerja PT RKA. Adapun ketidaksesuaian yang ditemukan adalah sebagai berikut:

  1. PT RKA diduga melakukan pembukaan hutan tanpa izin dari Pemerintah Pusat/Daerah untuk pembangunan koridor dan logpond
  2. PT RKA diduga mengambil kayu rebah yang tidak dapat dilakukan lacak balak dan tidak dapat dipastikan pembayaran SIPNBP. Kemudian kayu rebah tersebut juga dikirmkan kepada industri primer PT Kaimana Papua Mandiri dan CV Prima Papua
  3. PT RKA diduga menebang kayu di luar izin konsesi
  4. PT RKA diduga belum menjalankan proses Padiatapa secara baik kepada masyarakat sehingga terdapat keberatan dari Tetua Marga Iba yang Belum dibayarkan hak adatnya.